translate

Sekolah gratis wajib direalisasikan di Sumut

Senin, 10 Agustus 2009

Pemerintah sudah menyosialisasikan sekolah gratis di media massa, khususnya televisi, sehingga program sekolah gratis itu harus ditindaklanjuti oleh seluruh pejabat pemerintahan, baik gubernur maupun bupati/walikota beserta jajarannya di seluruh Indonesia.

Tentu tidak mudah untuk menjalankan program mulia sejalan dengan sudah diterapkannya anggaran pendidikan 20 persen dari APBN/APBD, sebagaimana ketentuan hukum amandemen UUD 45. Namun diperlukan kerja keras dari masingmasing daerah untuk mendorong agar bisa merealisasikannya, minimal 50 persen terlebih dahulu untuk saat ini, kemudian ditingkatkan pada tahun depan menjadi 80

persen dan pada tahun berikutnya (2011), program pendidikan gratis dari seluruh SD sampai SMP wajib dijalankan. Bahkan, kalau mungkin sekolah gratis sampai SMU/kejuruan.

Sebab, dengan anggaran pendidikan sampai 20 persen dari APBN/ APBD nilainya sungguh luar biasa, sehingga dana yang bisa dialokasikan untuk kemajuan dunia pendidikan dan anak didik diperkirakan mencukupi. Asalkan pengelolaannya tepat, tidak malah menyuburkan KKN (korupsi).

Jadi, mengherankan juga kalau menyimak statement Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara Bahrumsyah, di mana ia meminta kepada seluruh elemen masyarakat untuk tidak salah menilai dengan program pendidikan gratis yang diluncurkan pemerintah. Jangan sampai salah penafsiran bahwa dengan kata gratis tersebut berarti keseluruhannya mulai A sampai Z program pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah, sebab peran serta masyarakat tetap sangat dibutuhkan, katanya kemarin (LKBN Antara 26/7).

Versi Kadis Pendidikan Sumut, pendidikan gratis itu jangan sampai diplesetkan
masyarakat bahwa semua biaya pendidikan untuk anak didik tanpa biaya. Artinya, kalau kita mengacu padanya, maka bakal tetap ada pungutan seperti selama ini, misalnya uang bukudanfotokopi,uangpraktik,uangkomite, uang les, uang pembangunan/rehab meja danbangku,uangkomputer,uangmembayar honor guru, dan masih banyak lagi kutipan uang-uang lainnya sebagaimana kerap didengar dari masyarakat (orang tua murid).

Hemat kita, kalau pemerintah pusat dalam hal ini Presiden dan Menteri Pendidikan RI sudah menyatakan sekolah gratis maka hal itu harus dilaksanakan. Tidak ada kutipan apa pun lagi di sekolah negeri khususnya. Tentusaja tidak termasuk kewajiban sekolah menyediakan pakaian dan sepatu secara gratis.

Oleh karenanya, hal-hal yang penting dan esensial dalam proses belajar dan mengajar sudah saatnya digratiskan dan harus dijalankan dengan sekuat tenaga oleh Pemprov/Pemkab/Pemkot beserja jajaran pendidikan; dinas dan kepala sekolah. Bagi yang tidak mampu tentu ada sanksinya. Kalau ada Gubernur, Walikota dan Bupati yang menolak program sekolah gratis berarti mereka melawan kebijakan pemerintah pusat dan Undang-Undang. Rakyat bisa marah dan melakukan ‘’impeachment’’.

Kalau ada Kadis dan kepala sekolah yang menolak sekolah gratis dan tetap empertahankan berbagai jenis kutipan di daerahnya berarti sikapnya sudah bertentangan dengan kebijakan Gubernur Sumut yang terpilih karena visi dan misinya yang merakyat, di antaranya rakyat tidak bodoh (identik dengan sekolah gratis). Apalagi, program sekolah gratis ini sudah lama dicanangkan pemerintah, dan sejumlah daerah termasuk Sumatera Selatan sudah menjalankannya dengan sungguh-sungguh, dan ternyata bisa!

Jadi,mengapaSumutharusmenunda-nundanya??!! Kalau untuk sekolah-sekolah negeri program sekolah gratis merupakan keharusan, hukumnya sudah jatuh menjadi wajib, sehingga mau tidak mau, suka tidak suka harus dijalankan, setidaknya secara bertahap namun perkembangannya harus semakin maju sehingga dalam dua tahun ke depan masalah ini diharapkan tuntas.

Lain halnya di sekolah-sekolah swasta. Sebab, tidak mungkin sekolah swasta bisa menggratiskan biaya pendidikan hanya dengan menerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). BOS hanya sekadar meringankan beban anak murid, misalnya dalam penyediaan/pembelian buku dan alat-alat tulis, atau meringankan uang sekolah.

Kalau saja pemerintah mampu menggaji guru-guru dan karyawan sekolah swasta berikut menanggulangi biaya operasional sekolahnya dengan standar yang wajar, barulah pendidikan di sekolah swasta dapat digratiskan.

Untuk saat ini, sekolah-sekolah swasta baru mendapatkan sebagian kecil dana dari pemerintah dalam bentuk BOS, sejumlah kecil uang sertifikasi guru dan bantuan dalam bentuk lainnya, namun semuanya masih jauh dari kemungkinan pihak sekolahswasta bisa menggratiskan murid-muridnya.

Bahkan, di sejumlah sekolah, karena BOS yang diterima kecil sehingga sulit membagikannya kepada anak murid, pihak sekolah swasta banyak yang menolak BOS. Kalau diterima tekanan dari masyarakat dan LSM cukup memusingkan kepala. Oleh karenanya, mereka menolak BOS agar tidak ada yang meributkan atau komplin dari orang tua murid.
SUMBER : www.waspada.co.id

0 komentar:

Posting Komentar